Suatu ketika
sang perampok berhasil menggondol dan menjarah rumah seorang saudagar kaya.
Meski tak ludes semua hartanya, tapi tetap saja hal itu merugikan sang saudagar.
Saudagar tak marah. Tapi hanya menggerutu kecil.
Sementara, sang perampok pergi entah kemana.
Tentu saja untuk sembunyi
karena memang begitulah perampok.
Sembunyi dan sembunyi.
Selama masa persembunyian itu, Sang Saudagar tetap tenang dan kalem.
Sang
saudagar hanya bilang, “Itu perampok mesti datang dan minta maaf kepada
saya. Bila tak begitu, entah bagaimana nasibnya nanti.”
Sejak itu memang, sang saudagar selalu mengumpat si perampok.
Tentu saja si perampok pantas untuk diumpatin atau digossipkan, namanya juga perampok.
Hal
itu pun didengar si perampok. Betapa sakit hati sang perampok ketika ia
tahu dirinya digunjing oleh si saudagar. Perampok dan saudagar ternyata
sama-sama membuat kesalahan. Apa pun itu. Dan kesalahan tetap saja
harus diselesaikan dengan permintaan maaf.
Dan hanya ksatria yang mau memulai untuk minta maaf.
Entah karena apa,
sang perampok rindu dan begitu ingin bertemu Sang saudagar.
Alasannya lucu, “Hanya pengen ketemu saja...”
Akhirnya, datanglah seorang perampok kepada sang saudagar kaya dan berhati mulia itu.
Sang perampok langsung menemui Saudagar untuk meminta maaf, dan mengembalikan semua harta jarahannya.
“Ampuni saya, saudagar...,” pinta sang perampok
“Ya, sebelum kau datang, aku sudah mengampunimu.”
“Ya, tapi saya minta ampun,” kembali si Perampok mengulang maafnya.
“Yoyoy,” kata sang Saudagar.
Gila! Sang Saudagar sama sekali tak menuntut atas kesalahan yang perbuat si perampok. benar-benar mulia hati sang saudagar.
maka Damailah mereka.
Sang perampok pulang. Dalam hati ia bertanya.
“Aku
sudah minta maaf padanya. Tapi kenapa dia tidak minta maaf padaku, ya?
Ohya, aku lupa. Kan hanya aku yang salah padanya. Dia tetap suci, dan
tak pernah salah. Maka pantas kalau dia tak minta maaf padaku.”
..............
kisah ini mohon dilanjutkan....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar