Mari sejenak kita ngobrol sesuatu yang tidak penting. Karena selama ini kita sudah terlalu sering ngobrol yang penting-penting, sehingga lelah karena ngobrolin hal-hal yang sangat penting, atau cukup penting. Kita sudah melupakan sesuatu yang kurang penting, apalagi sengaja menggagas sesuatu yang "sangat tidak penting sekali." Kita bisa dicap sebagai orang yang tidak intelek. Bego. Tapi biarlah, biarkan mereka ngobrolin yang penting-penting di sana, di hotel, di apartemen, dan di lobi-lobi kantor. Karena sudah saatnya kita mentradisikan untuk ngobrol yang tidak penting. Contohnya, kentut, ketiak, keringat, dan sepentil, jigong, atau komposisi ingus dan air liur. Atau mungkin itu semua kurang menarik. Tapi coba sudut pandang pembicaraan ini dimulai dari, "bagaimana kalau satu tahun Anda tidak kentut?" Atau Jigong Anda ternyata mengandung unsur emas murni?
Anggap saja ini sebagai obrolan budaya. Yaitu, budaya untuk ngobrol. Bukankah sesuatu yang besar dimulai dari obrolan demi obrolan. Jangan lihat siapa yang ngobrol, atau di mana kita ngobrol. Tapi kesadaran "mau" ngobrol. Di warteg, kita bisa mengobrolkan cara menghancurkan negara dengan sistematis. Bagaimana kita mengobrolkan cara mendamaikan Israel dan Palestina di Bantar Gebang. Atau di dapur, kita bisa ngobrol bagaimana membobol bank tanpa jejak, tanpa martil atau pun kapak. Dan saya yakin masih banyak tema obrolan yang cukup tidak penting yang bisa diangkat ke permukaan. Keyakinan saya ini karena kita kaya raya. Bukankah bangsa kita memiliki segudang orang-orang pintar?
Intinya Ngobrol
Ngobrol bila dipertahankan menjadi tradisi yang mencerdaskan suatu ketika mungkin saja akan membuat bangsa kita maju, sangat maju sekali. Selama ini kita hidup sebagai gelandangan di negeri sendiri. Kita tak pernah bisa menentukan sikap hidup kita sendiri. Trend yang kita miliki, adalah bukan trend kita sendiri. Kita terjajah di dalam negeri kita sendiri. Kita masih hidup dengan didikte oleh negeri asing. Kita telah kehilangan jati diri kita sendiri. Kita benar-benar gelandangan di negeri kita sendiri. Ke mana kita akan pergi? Apa yang sebenarnya yang kita miliki? Ada kesalahan apa ini? Apakah kita harus mengulang sejarah? Apakah kita harus mulai lagi dari awal, dengan mendefinisikan kembali kata-kata kita, makna-makna kita? Hak asasi manusia itu dibela untuk siapa? Emansipasi itu milik siapa dan untuk siapa ? Relasi gender itu ditujukan buat siapa? Pemberdayaan itu untuk siapa? Advokasi itu milik siapa? Kita selama ini hanya meributkan semua terminologi itu tapi kita tak pernah sadar untuk apa kita meributkan itu ?
Aku ingin sekali berbicara dalam berbagai kesempatan, tentang berbagai macam tema atau topik pembahasan. Sehingga setiap obrolan kita di mana pun kita; di kafe, di kantin, di warteg, di terminal, di halte, di kampus, di sawah, atau pun di tempat-tempat teman-teman pelacur adalah obrolan yang maudhu'i. Untuk menuju ke arah sana, kalau perlu kita bincangkan berbagai entri huruf yang ada dalam alfabeth untuk membicarakan berbagai cerita, peristiwa, atau pun nuansa. Sehingga suatu ketika rangkaian obrolan kita di mana pun kita akan menjadi suatu ensiklopedi besar, semacam ensiklopedi raksasa. Tentu saja kualitas obrolan itu akan sangat dipengaruhi dengan daya nalar kita, daya imaji kita, daya apresiasi kita, daya intelegensi kita, bahkan daya spiritualitas kita. Tapi tak mengapa, dengan modal sok tahu namun percaya diri, rasanya setiap tanya dan pertanyaan harus dibedah dan didedah secara sistematis, radikal, konsisten dan bertanggung jawab. Dan ini adalah langkah-langkah yang konon disebut dengan langkah filosofis, tentunya dengan disertai keheningan dan ketulusan hati yang dipandu oleh cahaya iman yang mendalam.
Kawan-kawan sebangsa.
Marilah kita memulai dengan mempertanyakan setiap entri yang ada di hadapan kita. Benarkah entri huruf yang menjelma menjadi kata telah benar-benar kita pahami, kita ketahui secara hakiki ? Kita mulai saja dengan entri pertama dalam abjad, yaitu A!
A, benarkah A adalah cara untuk membuka mulut kita, betulkah A adalah cara kita memberi kepahaman kepada anak-anak kita untuk belajar makan, betulkah A adalah salah satu huruf vokal, benarkah A adalah adalah nilai tertinggi dalam indeks prestasi, benarkah A adalah…seterusnya dan seterusnya. Lalu kita lanjutkan dengan rangkaian entri A yang digabungkan dengan entri-entri yang lain, sehingga akan muncul, Abah. Benarkah kata Abah adalah panggilan seorang ayah atau bapak yang diserap dari bahasa arab. Abang. Benarkah Abang adalah panggilan untuk seorang lelaki yang lebih tua, dituakan atau dianggap lebih senior. Abangan, benarkah Abangan adalah salah satu termin antroplogi yang menurut Clifford Geertz merupakan kelompok yang tidak serius menjalani islam. Abu, benarkah Abu adalah sisa-sisa pembakaran yang telah hancur. Absurd. Benarkah Absurd adalah suatu kepekatan, ketidakpastian, atau kesepian dunia yang bermuara pada bunuh diri ? Acar, benarkah Acar adalah potongan-potongan sayur yang terkadang digunakan sebagai tambahan nasi goreng. Acap, sungguhkah Acap adalah kata yang berarti sering sehingga muncul kata Acapkali. Argenta. Benarkah Argenta adalah dinding dalam bohlam lampu yang dilapisi serbuk tembus cahaya sehingga sebuah lampu akan menghasilkan cahaya lebih lembut dan tidak silau dengan distribusi cahaya yang lebih merata ke semua penjuru. Armatur. Benarkah Armatur itu berfungsi sebagai tempat dudukan lampu, juga dapat digunakan untuk penerangan indor atau outdor. Dimana ukuran armature tergantung dari besar wattase lampu yang dipasang di dalamnya, benarkah ?
Kemudian …A…..ceh, ….Aceh. Benarkah Aceh adalah…
Di sini, di entri ini rasanya ada sesuatu yang terganjal. Bagian mana yang mesti dikupas, dibicarakan, dijadikan pokok tema, dilihat, didekati. Untuk membicarakan Aceh bagaimana pun kita akan membicarakan segala yang pernah, yang sedang, juga yang akan terjadi untuk masa depan Aceh. Benarkah Aceh adalah serambi Mekkah, mengapa harus disebut serambi mekkah, benarkah aceh adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indoinesia? Benarkah Aceh kini menjadi sarang teroris? Benarkah Aceh masih ingin merdeka ? Benarkah Aceh…benarkah Aceh…yang pernah dirangkul gempa dan tsunami itu menyisakan korban yang masih terkapar hingga kini?
Kawan-kawanku sebangsa, kita belum membicarakan A-A-A yang lain. Kita belum membahas misalnya saja Abad, Abdurahman Wahid, Abelardus, Absolut, Adab, Adam, Adjie Vikri, Adzab, Afrika, Agnosis, Agus Salim, Ahli, Akademi, Akhirat, Akrobat, Akting, Aku, Alberti, Alexander Yang Agung, Ali Bin Abi Thalib, Al-Kitab, Allah, Alloh, Almamater, Al-Quran, Amin Rais, Ampunan, Amnesti, Anatomi, Anaximandros, Anaximenes, Anjing, Anti, Aphrodite, Api, Apollo, Aragon, Arak, Arak-arakan, Arcadia, Archimedes, Arezzo, Aristoteles, Arkeologi, Arno, Arsitektur, Arthur The King, Artileri, Asoka, Astronomi, Asu, Ateis, Attila Si Raja Hun, Augustine, Australia, Avatar, Averrous, Avignon, Aztek, dan seterusnya.
Belum juga kita melanjutkan pada entri-entri berikutnya pada entri B, C, D, E, F, G, H,….dst. Wah!, betapa angkuh sekali aku ketika ingin mendedah semua termin, semua kata, semua nama, semua bahasa, semua ayat yang aku jumpai di mana pun dan kapan pun. Ingin aku ulangi kembali pemahamanku tentang, Affandi, Afrizal Malna, Aktor, Angin, Arifin C. Noor, Arsip, Artis, Asbak, Ayam, Ayu Utami, Badai, Bagong, Bajingan, Banjir, Basuki Abdullah, Bom, Chairil Anwar, Copet, Daud, Dewa, Diponegoro, Dusta, Ezra, Fir'aun, Gelombang, Gempa, Gigi, Halal, Hamzah, Haram, Iblis, Ilmu, Islam, Iwan Simatupang, Jembatan, Jenggot, Kakus, Kapitalis, Kapitalisme, Kartun, Keadilan, Kebenaran, Ken Arok,Ken Dedes, Kerbau, Keyboard, Komik, Komputer, Komunis, Komunisme, Kontrol, Kristen, Kuku, Liberal, Liberalisme, Lukas, Malaikat, Maling, Manusia, Mazmur, Meriam, Mesi Tik, Monitor, Muhammad, Musa, Nabi, Namruz, Naskah, Nehemia, NH. Dini, Pamusuk Eneste, Pancasila, Panggung, Pasar, Paulus, Pelacur, Pembunuh, Pesawat, Pocong, Pramoedya, Putu Wijaya, Raden Wijaya, Radio, Rendra, Rokok, Samudera, Sapi, Sardono, Seniman, Setan, Sitor Situmorang, Slank, Sumanjaya, Sungai, Sutardji, Sutradara, Syailendra, Tauhid, Teater, Televisi, Telor, Tembok, Teroris, Toilet, Tong Sampah, Trotoar, Trinitas, Tsunami, Tuhan, Tukang Kutil, Tukang Lampu, Tukang Palak, Tunggul Ametung, Uang, Universitas, Urakan, Usil, Warteg,Wirabumi, Yosua, Yusuf, Zigzag, Zionis, Zorro, dan entah apa lagi. Ayolah sebutkan entri nama nama nama nama...(wa ‘allama adama al-asma-a kullaha)
Mungkinkah kita akan mampu. Sementara ukuran akal kita masih begini-begini saja. Tak pernah cerdas tapi justru semakin dungu dan blagu. Kita yang mengaku manusia tapi tak pernah menjadi manusia. Kita justru masih seperti binatang. Ukuran akal kita tak seberapa tapi kita begitu congkak untuk menelanjangi rahasia-rahasia ayat-ayat Tuhan dengan seenaknya.
Pantas bila Rendra berteriak;
O, AKAL SEHAT JAMAN INI !
BAGAIMANA MESTI KUSEBUT KAMU ?
KALAU LELAKI KENAPA SEPERTI KUWE LAPIS ?
KALAU PEREMPUAN KENAPA TIDAK KEIBUAN ?
DAN KALAU BANCI KENAPA TIDAK PUNYA KEULETAN ?
AKU MENAHAN AIR MATA
PUNGGUNGKU DINGIN
TETAPI AKU MESTI MELAWAN
KARENA AKU MENOLAK BERSEKUTU DENGAN KAMU !
KENAPA ANARKI JALANAN
MESTI DITINDAS DENGAN ANARKI KEKUASAAN ?
APAKAH HUKUM TINGGAL MENJADI SYAIR LAGU DISCO ?
TANPA PANCAINDRA UNTUK FAKTA
TANPA KESADARAN UNTUK JIWA
TANPA JENDELA UNTUK CINTA KASIH
SAYUR MAYURLAH KAMU
DIBIUS PUPUK DAN INSEKTISIDA
KAMU HANYA BERMINAT MENGGEMUKKAN BADAN
TIDAK MAMPU BERGERAK MENGHAYATI CAKRAWALA
TERKESIMA
TERBENGONG
TERHIBA-HIBA
BERAKHIR MENJADI HIDANGAN PARA RAKSASA
O, AKAL SEHAT JAMAN INI
KERNA MENOLAK MENJADI EDAN
AKU MELAWAN KAMU!
***
Kawan-kawanku sebangsa.
Akhirnya aku kembalikan kepadamu lagi. Masih banyak berbagai hal yang harus kita benahi. Masih banyak entri yang harus kita maknai dan jelajahi. Masih banyak soal yang belum sempat kita dapatkan simpul apalagi solusi. Tapi rasanya susah bila tidak kita mulai dari sesuatu yang paling dekat dengan diri kita tapi bisa menjadi asing dan sangat jauh dari diri kita: HATI.
Salam Damai...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar