28/02/10

Bismillah dalam Pandangan 3-G

Jadilah orang yang bisa mengalah. Orang yang suka mengalah, akan selalu menang dan merdeka. Sebelum mengalahkan orang lain, dimulai dengan mengalahkan diri sendiri.

Dalam ilmu 3G (dibaca Tri-Ji) Ngalah di sini sesungguhnya memiliki makna nga-Allah. Maka kata mengalah sebenarnya bermakna meng-ALLAH….inilah salah satu model 3G.

Orang Jawa, konon punya karakter yang unik. Tradisi Jawa mengakar kuat di berbagai ranah hidup dan kehidupan. Mulai dari budaya, falsafah, hingga mitologi dan kosmologi. Salah satu konsep falsafah yang seringkali digunakan sebagai model pemahaman dalam tradisi Jawa adalah metode Gatak Gatik Gatuk.

Metode ini juga bukan metode ilmiah, apalagi modern. Karena percuma mengamini tradisi modern. Sudah usang dan tak bisa dipertanggungjawabkan. Tradisi modern berikut perangkat sains dan metodologinya telah memberangus dan membunuh nilai-nilai tradisi dan ortodoksi. Ilmu modern, adalah mesin-mesin pembunuh Tuhan! Tak ada lagi DIVINE atau pun Tradisi. Jadilah pengetahuan modern yang sangat kering dan garing.

Secara teoritis, modernisme itu sudah keliru, apalagi dalam praktik, demikian kata Fritchof Capra. Ngomong apa sih???? Kalau kagak sempat baca Seyyed Hossen Nasr, kayaknya agak bingung juga. Yo wis kita lupakan modern dan segala anteknya.

Kita lihat lagi ke Jawa. Jawa, punya konsep Gatak Gatik Gatuk (3G, dibaca Three G). Bagi yang pernah belajar grammar bahasa Arab, konsep 3G ini mirip Tashrif (derivasi) dalam Ilmu Shorof. Setidaknya, dapat disebutkan beberapa keuntungan model 3G ini, yaitu:
1. 3G dapat digunakan untuk mengapresiasi (menafsir) bahasa asing manapun. Asalkan bisa dianggap sreg bagi lidah orang Jawa, maka sangat punya peluang untuk diThree-G-kan;
2. 3G adalah model kuno yang masih relevan, karena bisa terus di-update lagi bila upaya 3G sebelumnya kurang pas;
3. 3G hanya bisa dilakukan bila kita memiliki keluasan dan kelapangan hati. Artinya punya daya imajinasi yang luas untuk mencari banyak kemungkinan dan kemungkinan dari setiap teks, naskah, huruf, kata atau bahasa yang didekati dengan 3G.
4. Seakan, 3G itu sejenis Hermeneutika Jawa. Modar!

Sekarang mari kita coba menggunakan metode 3G ini terhadap kalimat Bismillah. Nanti dalam penelitian dan proyek selanjutnya kita bisa membaca kalimat-kalimat yang lain. Semoga saja ada donaturnya. Kalimat BISMILLAH, punya banyak cara dan banyak kemungkinan untuk dibaca. Yaitu BISOMILAH; BISOMILIH, BISO MOLAHMALIH; dan BISAMULIH.

BISO MILAH
Bisa Milah artinya pribadi yang membaca BISMILLAH diharapkan punya kemampuan untuk memilah. Memilah merupakan sikap dan kesadaran untuk membedakan, memetakan, memosisikan, hingga melakukan skala prioritas dengan tetap menyadari akan kelebihan dan kekurangan pada setiap hal yang akan dikerjakan. Di sini diperlukan data dan informasi yang komplit ketika akan melakukan suatu hal. Pada wilayah milah ini juga dibutuhkan kecermatan dalam mendengar dan memeroleh berita atau informasi, kalau dalam bahasa Al-Quran disebut dengan In ja’akum fasiqun binabain fatabayyanu, artinya kalau ada berita dari orang yang kagak jelas, mohon diklarifikasi. Jangan asal jeplak aja. Hanya karena yang member informasi itu istrinya kita sendiri, suami kita sendiri, bapak kita sendiri, kalau berita itu belum nyata, jangan langsung ambil kesimpulan. Terlalu pagi, bro!

Bisa milah juga bermakna mampu membedakan mana-mana hal yang baik dan mana-mana hal yang buruk. Semacam sikap pembeda yang kalau dalam al-Quran disebut Al-Furqan.

BISO MILIH
Setelah Bisamilah (bisa melakukan sekala prioritas), maka langkah berikutnya bagi si pembaca Bismillah adalah memiliki kesadaran Bisamilih. Bisa milih secara sederhana bermakna bisa menentukan. Memilih atau menentukan ternyata bukan hal sederhana. Banyak orang yang tidak bisa menentukan sikap atau memilih dengan tegas dalam kehidupan ini. Kita akan bertemu dengan kenyataan untuk misalnya: memilih sekolah, memilih pasangan, memilih profesi, memilih rumah, memilih mobil, hingga memilih agama. Dan ingat, tidak memilih juga termasuk pilihan juga. Misal, orang yang tidak memilih agama, adalah pilihan bagi dia untuk tidak beragama. Ketika ada orang yang memilih menggunakan (membeli) mobil, maka ada juga orang yang memilih tidak membeli mobil. Meskipun mungkin dia (orang yang memilih tak membeli mobil ini) sesungguhnya punya uang yang lebih dari cukup untuk membeli puluhan mobil. Ini hanya soal pilihan! Saya juga jadi ingat pepatah China, “Bila kita miskin, lalu hidup sederhana, maka hal itu adalah kewajaran. Sudah sepatutnya orang miskin itu hidup sewajarnya. Tapi kalau orang miskin, berlagak kaya, maka hal itu adalah kehinaan. Ia akan tersiksa oleh dirinya sendiri. Kemudian, apabila ada orang kaya, yang hidup penuh dengan menampakkan kekayaannya, juga suatu hal yang wajar. Sudah lazim kiranya bila ada orang kaya tentu akan berperilaku layaknya orang kaya. Dan memang kaya! Tapi, alangkah indahnya bila ada orang kaya, tapi MEMILIH hidup sederhana. Dirinya tidak memperlihatkan kekayaan yang menjadikan orang lain segan dan berdecak kagum. Justru ia lebih dekat dengan orang miskin dan tak mampu. Tapi ia punya kelebihan: gemar berbagi. Kaya gitu lhoh!

Semua itu, hanya soal pilihan. Pemilihan Umum!

BISO MOLAHMALIH
Biso molah-malih artinya fleksibel, luwes, atau juga mampu membaca situasi. Molah-malih di sini tentu dalam artian positif, artinya dalam membaca bismilllah mesti memiliki semangat untuk dapat berevolusi dan selalu bersinergi dengan segala entitas semesta. Bukankah setiap saat kita menjadi pribadi yang selalu berubah? Di rumah kita adalah warga rumah, mungkin sebagai suami, istri, anak, atau orangtua. Tapi ketika keluar rumah kita manglih menjadi tetangga, ketika naik angkot kita menjadi pengguna angkot, ketika mengendarai motor, kita menjadi pengguna jalan yang mesti ngerti hak dan kewajiban pengguna lain, sampai ke kantor atau ke sawah kita menjadi pribadi yang lain lagi, dan seterusnya. Itu semua adalah perubahan identitas yang tak pernah usai. Di situlah peran penting semangat dan prisnip bismillah mesti ada di dalamnya. Maka, jadilah warga tetangga yang bismillah, jadi suami yang bismillah, dan seterusnya.

BISO MULIH
Yang terakhir ini adalah kesadaran teleologis. Artinya bahwa semua yang kita lakukan juga mestinya memiliki nilai sangkan paraning dumadi. Artinya kesadaran bahwa semua akan kembali kepadaNya. Jadi, dalam bismillah pun sudah ada nilai inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Bila setiap pekerjaan kita lakukan dengan kesadaran bahwa kita pasti kembali maka tentu kita akan melakukan hal-hal yang positif. Dan jangan lupa, nilai penting dalam agama yang kemudian dimasukkan dalam rukun Iman adalah soal kepercayaan pada hari akhir (eskatologis). Ini mengindikasikan bahwa setiap gerak dan langkah kita, mau tidak mau, pasti akan pulang pada-Nya. Dalam makna lain, kesadaran mulih (pulang) juga diartikan apa yang kita lakukan itu mestinya dikembalikan kepada-Nya (tawakkal) setelah sebelumnya pada saat milih kita telah menentukan sikap (ikhtiar). Maka, tak ada ruang bagi kita untuk blagu atau merasa mampu. Inilah kemudian berujung pada prinsip la haula wala quwwata itu.

***

Demikian tafsir 3G yang tak harus dipercaya secara konseptual, tapi perlu dikritisi secara thariq al-dzauq. Suwun buat semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar