22/06/09

[HIJRAH MISKIN]

Syahdan, Rasulullah Hijrah ke Madinah. Bukan kabur, tapi bersiasat. Bukan sekadar bersiasat juga, tapi sedang memberi pelajaran. Dan menarik, hampir setiap nabi (dari Adam, Socrates, Idris, hingga Isa) selalu mengalami persitiwa hijrah. Tapi apa pun model hijrahnya, dipastikan selalu memberi RAHMAT kepada masyarakat di sekitarnya. Lihat pula sejarah para kyai sepuh yang mendirikan pesantren-pesantren dengan membabat hutan dan perkampungan. Selalu memberi RAHMAT dan kesejahteraan bagi masyarakat yang dihijrah(i).

Ini jadi ukuran. Apa dan siapa pun kita, kalau pindah ke suatu tempat, lalu menebar manfaat dan keberkahan bagi masyarakat di sekitarnya (tanpa pandang bulu, agama, ras, golongan, atau bajunya), itu artinya ada nilai baik dari hijrah kita
.
Apa pelajaran hijrah nabi itu? Di antara pelajaran hijarh nabi itu adalah (ini baru di antara lho), NABI membiarkan unta yang ia naiki untuk berhenti kemana ia suka. Dan dimana unta itu berhenti? Tepat, di gubuk reot milik anak yatim piatu. Nabi, selalu beranjang sana, main, dolan, sowan, ke orang-orang miskin. Bukan Cuma ke orang-orang kaya. Karena nabi tak butuh pesangon. Mengapa Pilihan Nabi selalu ke orang miskin? Apakah ini proyek nina bobo? Proyek ngadem-ngademi umat yang miskin untuk bersabar dan nrimo? Tidak! ini pilihan!

Nabi ditawari gunung Uhud jadi Emas: Ogah! Nabi ditawari kerajaan yang agung melebihi Sulaiman: Emoh! Nabi memilih misikin. Untuk soal lapar dia yang pertama, untuk soal kenyang dia yang terakhir. Ingat! Harta benda yang diberikan para sahabat untuknya, tidak digunakan untuk fasilitas dirinya. Tidak. ia gunakan sebesar dan sehabis-habisnya untuk perjuangan Tauhid. Ia tidak memperkaya diri dari keringat para sahabatnya yang bekerja keras sebagai pedagang, petani atau usaha jasa. Untuk kabar tentang bagaimana rasul lapar, jangan tanya lagi. Terlalu banyak kisahnya.

Artinya, ini soal pilihan. Rasul yang penuh damai ini pernah berujar, “Kalau mau mencari aku, carilah di antara orang-orang miskin…” kalau hadis ini dibacakan oleh seorang kyai yang menggunakan jam tangan Rolex, dan baju sutera, rasanya lucu untuk diungkapkan.

WONG:
“Lho tapi, jaman sekarang kalau jadi kyai tidak kaya, tidak akan dihargai apalagi didengar oleh umatnya, kawan!”

DZOLIM:
“Benar, memang benar. Sang Kyai Tidak akan dihargai dan didengarkan. Artinya umat sedang diajari untuk menghormati kekayaan dan mendengar orang kaya.”

WONG:
“Tapi kalau terlalu miskin, siapa yang akan menghormati?”

DZOLIM:
“Ya, ya. Pantas. Dulu banyak yang ikut Nabi dari kalangan budak. Tapi perasaan, yang kaya raya seperti Usman atau Umar juga banyak.”

WONG:
“Ya, itu kan dulu. Sekarang lain.”

DZOLIM:
“Oke, sekarang lain. Tapi bagaimana kamu akan mendekati orang miskin yang bau, dekil, dan kotor itu, sementara bajumu wangi dan mobilmu harus parkir di tempat khusus?”

WONG:
“Alah, kamu saja yang tidak lihat. Aku selalu menyodorkan receh ke para pengemis dan pengamen di lampu merah. Itu sudah sangat cukup. Dan aku memberinya kadang bukan receh. Tapi ratusan ribu.”

DZOLIM:
“Rasul memberi, tapi tidak dengan arogan. Dengan sentuhan. Dengan kelembutan.”

WONG:
“Ini jaman sudah lain…dulu ya dulu, sekarang ya sekarang.”


Masih tentang Hijrah, agaknya, Rasul Hijrah menjadi orang miskin. Untuk kita? Sederhana, Kadang hijrah kita dimulai dari yang singkat-singkat. Dari rumah ke gang. Dari gang ke angkot. Dari angkot ke bis kota. Dari bis kota ke rumah sakit. Dari rumah sakit ke kampus. Dari kampus ke…..Semua adalah persinggahan-persinggahan. Jadikan semua mendapatkan RAHMAT.

Nah, hal yang tidaK penting kali ini….adalah:
AKU MALU MENGAKU UMATMU, YA NABI..AKU MASIH MEMILIH KAWAN DAN SAHABATKU. AKU HANYA MEMILIH YANG KAYA DAN MEMBERI KEUNTUNGAN FINANSIAL UNTUKKU. NABI, SORRY BANGET YA? AKU BELUM BISA SEPERTIMU. AJARI AKU DONG SUPAYA SELALU MENEBAR RAHMAT TANPA PANDANG BULU…..SEPERTIMU.

[please, jangan dipercaya]

17/06/09

YANG TIDAK PENTING DARI RASULULLAH (3)

[Hai, Bro!]

Ketika kaum HAM (hak asasi manusia) berteriak tentang egaliterian dan menuntut persamaan hak dengan membentuk komnas atau kompor, Rasulullah langsung menjadikan konsep persamaan dan kesetaraan bukan hanya pada slogan. Dalam sejarah [lagi-lagi sejarah yang terekam dalam berbagai hadis, tapi ya memang ini yang hanya bisa dikatakan], rasulullah selalu memanggil para sahabatnya dengan panggilan “Yaa…shobati…” yang artinya adalah Hai My Brohter; atau Hai Saudaraku; atau juga Sedulurku…

Di sini rasul tidak pernah memanggil secara hierarkis. Rasul tak pernah memanggil mereka layaknya bos kepada anak buah. Bahkan Rasul sang Gudang Ilmu itu, tak pernah menyebut dirinya sebagai guru yang kemudian memanggil sahabatnya sebagai murid-murid. Sikap santun lagi cantik.

15/06/09

YANG TIDAK PENTING DARI RASULULLAH (1)

[sholat warna-warni, jangan dipercaya]


Membaca dan mencermati pribadi Nabi Muhammad menjadi laku yang tak kunjung usai. Ungkapan bahwa perilaku Rasulullah adalah Quran, memang benar adanya. Dengan bahasa underground bisa dikatakan bahwa kalau ingin melihat wujud Quran dalam bentuk manusia, ya Rasulullah Muhammad SAW. Sepanjang literatur yang kami telusuri, kami banyak mendapati hal-hal tidak penting (katakanlah remeh) dari pribadi yang paling aku cemburui dan aku irii (istilah baru untuk cemburu) itu, Rasulullah SAW.

Dalam Surat Ibrahim ayat 4 disebut, “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”

YANG TIDAK PENTING DARI RASULULLAH (2)

[OKB Vs OMS]

Sejarah mencatat, Muhammad adalah seorang pedagang. Meski ia dilahirkan sebagai keluarga miskin, tapi tidak menjadikan dia bermalas-malasan untuk bekerja. Dialah pedagang sukses. Melalui fasilitas Khadijah [yang kemudian menjadi istrinya], Muhammad berdagang mengelilingi berbagai negeri didampingi Maysaroh, staff marketing dari Khadijah.

Singkat kata singkat cerita, Muhammad diangkat menjadi Rasul. Modal yang telah ia dapatkan, ditambah deposito Khadijah, Nabi Muhammad berjuang untuk menyebarkan agama tauhid. Kita lihat, Muhammad berjuang sejak dari PUNYA APA-APA, sampai dia tidak PUNYA APA-APA. Secara materi, harta Nabi Muhammad ludes des. Lebih ludes dari konglomerat manapun yang terkena imbas krisis global.

Bagaimana tidak, rasul seringkali mengalami tidak makan selama beberapa hari. Hal ini diikuti [dialami] oleh keluarganya. Misal, riwayat yang menyebeutkan bahwa suatu ketika Rasul merasa lapar karena sudah seminggu tidak makan. Ini karena makanannya selalu saja diperlukan sahabat lain yang miskin. Lalu ia berkunjung ke Fatimah RA putrinya. Di rumah Bunda Fatimah, ia dapati Fatimah sedang menangis. Ali sang menantu ketika itu sedang keluar kota untuk berjihad. Setelah rasul menanyakan apa gerangan yang membuat Fatimah menangis, Fatimah menjawab, “Kami sudah tiga hari tidak makan.” Rasul iba, tapi menguatkan hati Fatimah dengan mengatakan, “Anakku Sayang, Ayahmu ini sudah seminggu belum makan. Kenapa mesti menangis?” Fatima mengangguk, tapi ia dengan pelan dan hati-hati berujar, “Ayahandaku, kalau aku tiga hari tidak terisi makanan tidak mengapa, tapi Hasan dan Husein, cucu engkau. Mereka juga belum makan selama tiga hari ini.” ……..[ ] Rasul bergeming. Matanya berlinang. Bisa saja dengan kemampuan ruhaninya ia mengambil korma sekarung di surga. Bisa saja ia mengambil segepok dirham atau dinar di bank ruhani, tapi tidak dengan Rasulullah. Rasulullah malu. Lalu ia meminta Fatimah untuk menunggu sejenak. Rasul berjanji akan segera mencari makanan untuk cucu dan putrinya. Konon, Rasululah pergi ke pedalaman Baduy. Ia meminta pekerjaan kepada salah seorang saudagar kaya di Baduy. Si Baduy Yang (SBY) tidak tahu siapa manusia agung itu, menerima Muhammad untuk bekerja. Pekerjaannya adalah mengambil air dari sumur yang jaraknya sangat jauuuh. Untuk satu ember, ia berhak atas sebutir kurma. Rasul yang sedang lapar itu, melakukan pekerjaannya. Rasul yang ditawari Jibril, agar Gunung Uhud jadi Emas itu, tak kenal lelah mengambil setapap demi setapak.

…bla…bla…bla…masih panjang ceritanya….baca sendiri kelanjutannya di kitab-kitab sirrah nabawiyah.
Tapi endingnya adalah…si SBY tadi akhirnya penasaran siapa sebenarnya lelaki ini. Tak lama berselang, SBY datang ke Madinah dan mencari orang yang bernama Muhammad. Di sana, melalui Umar, SBY baru sadar, kalau sosok lelaki ramah dan santun itu adalah Rasulullah. Biasa, akhir cerita…Si SBY masuk Islam karena melihat “kemiskinan” yang tidak cengeng, karena diselimuti dengan sikap kstaria, sungguh-sungguh, dan pofesional.

Belum lagi kisah tentang Fatimah yang harus menjual baju perang suaminya [karena sudah tidak ada lagi harta yang ia miliki, dan hanya tinggal baju perang itu satu-satunya harta yang tersisa], demi pengemis atau orang yang membutuhkan dana untuk biaya hidup seorang sahabat. Gila!

Lalu? Sejarah melihat, sampai akhir hayat, rasululah tetap “memilih” hidup dalam kemiskinan. Kalau belakangan Karl Marx berteriak tentang masyarakat proletar? Rasulullah sudah jauh-jauh melakoninya. Bukan OMDO juga bukan NATO. Hal ini juga diikuti oleh para sahabatnya. Dari yang kaya raya sampai habis ludes des untuk berjuang membantu perjuangan nabi.


Nah, hal yang tidaK penting kali ini….adalah:
KALAU NABI, BERJUANG DAN BERDAKWAH SEJAK DARI PUNYA APA-APA, SAMPAI IA TIDAK PUNYA APA-APA. TAPI SEKARANG, ORANG BERDAKWAH SEJAK TIDAK PUNYA APA-APA, SAMPAI PUNYA APA-APA. INILAH OKB Vs OMS. ORANG KAYA BARU Vs ORANG MISKIN SEJATI.
[please, jangan dipercaya]

04/06/09

WAWANCARA dengan New Yor Times tentang Pidato Obama

Sore ini kami, diundang Peter, kawan lama yang menjadi wartawan di New York Times. Dia mengundang kami untuk menonton bersama Pidato Barack Obama untuk kali pertama tentang Islam di Universitas Kairo Mesir. Ada banyak pertanyaan yang diajukan pada kami, sebelum dan sesudah wawancara.

Konon Obama mengerahkan seluruh fasilitas elektronik dari Gedung Putih agar pisato ini didengar dan disaksikan oleh negara-negara Muslim. Lebih dari 13 bahasa pidato ini diterjemahkan.

FASTABIQUL KHAIRAT (Fesbuk Itu Baik?)

"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." Al Baqarah: 148
Tentu saja di setiap zaman memiliki mainan sendiri. Dan pada setiap mainan tentu memiliki tata cara dan aturan. Lalu biasanya, seseorang tidak patuh pada aturan dalam suatu permainan tertentu, dipastikan akan terpental, gagal, lucu, ditertawakan, atau lain sebagainya.

Dalam tarekat misalnya, ada aturan yang biasa disebut kaifiyat. Biasanya kaifiyat ini disusun atau dibuat sedemikian rupa oleh guru atau mursyid (pembimbing). Dalam perjalanannya, bila seorang murid (pencari), atau salik (pejalan), tidak mengindahkan ragam kaifiyat yang telah dicanagkna mursyid maka jangankan “sampai”, memahami ilmunya pun tidak.

Ternyata aturan ini selalu ada di setiap ruang dan zaman; sebut saja di jalan raya, lapangan sepak bola, ruang kelas, bis kota, kamar prostitusi, gedung dewan, KPU, Markas TNI, rektorat, musholla, hingga toliet umum dan ka’bah. Semua punya aturan (kayfiyat).

Lalu soal berikutnya adalah tata cara siapa yang mesti dipatuhi? Bagi kalangan yang sangat membela Tuhan
pasti akan menjawab, “Hanya aturan Tuhan saja yang absah. Selain itu prett!!” Tapi bagi yang agak santai dengan Tuhan akan menjawab, “Untuk hal yang berkait dengan manusia, cukup menggunakan aturan manusia saja. Tuhan pasti bisa mengerti.” Berbeda lagi bagi kelompok yang “merasa” akrab dengan Tuhan akan menimpal, “Semua adalah manifestasiNya, jangan bedakan mana aturan Tuhan mana aturan manusia.” Ada lanjutannya, yang penting berbuat baik.

Bagaimana Aturan Fesbuk?
Kita sama-sama punya mulut, tapi kita akan ditampar oleh orang lain hanya karena bagaimana kita menggunakan mulut kita. Mulut tetap mulut. Tapi ekspresi yang keluar dari mulut itu kemudian menjadi persoalan—mulut baik dan mulut tidak baik. Untuk semacam ini, akal sudah sangat cukup untuk membedakan mana yang baik dan mana yang bejat. Bila akalnya lempeng, tidak perlu ada informasi teks agama pun orang bisa berbuat baik.

Sebodoh-bodohnya orang, pasti sadar bahwa menyakiti orang lain itu tidak baik. Kalau tidak tahu yang demikian namanya tidak berakal. Atau meski pun berakal, ia tidak mau menggunakan akal. Atau juga tidak mampu menggunakan akal. Upaya memilah dan memilah mana yang baik dan mana yang benar adalah kodrat atau fitrah manusia. Itu mengapa dalam terminilogi agama Islam sering adalah istilah AQIL BALIGH (Berakal lagi sampai), tapi bukan tangan kanan sampai di kuping kiri. Atau juga MUMAYYIZ (Bisa membedakan). Walhasil, banyak syarat-syarat dalam ritual agama Islam selalu dimulai dengan Akil, Baligh, Mumayyiz. Ini pasti bukan soal fisik semata, tapi ketika akalnya sudah mulai berjalan dan berfikir. Soal nya adalah, Akal yang dmaksud adalah akal MANTIQI (logis) atau akal SYAR’I (aturan agama).
Apakah Fesbuk memberi kebaikan dan manfaat ruhani? Gunakan Akal Anda. (kalau punya)