04/06/09

FASTABIQUL KHAIRAT (Fesbuk Itu Baik?)

"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." Al Baqarah: 148
Tentu saja di setiap zaman memiliki mainan sendiri. Dan pada setiap mainan tentu memiliki tata cara dan aturan. Lalu biasanya, seseorang tidak patuh pada aturan dalam suatu permainan tertentu, dipastikan akan terpental, gagal, lucu, ditertawakan, atau lain sebagainya.

Dalam tarekat misalnya, ada aturan yang biasa disebut kaifiyat. Biasanya kaifiyat ini disusun atau dibuat sedemikian rupa oleh guru atau mursyid (pembimbing). Dalam perjalanannya, bila seorang murid (pencari), atau salik (pejalan), tidak mengindahkan ragam kaifiyat yang telah dicanagkna mursyid maka jangankan “sampai”, memahami ilmunya pun tidak.

Ternyata aturan ini selalu ada di setiap ruang dan zaman; sebut saja di jalan raya, lapangan sepak bola, ruang kelas, bis kota, kamar prostitusi, gedung dewan, KPU, Markas TNI, rektorat, musholla, hingga toliet umum dan ka’bah. Semua punya aturan (kayfiyat).

Lalu soal berikutnya adalah tata cara siapa yang mesti dipatuhi? Bagi kalangan yang sangat membela Tuhan
pasti akan menjawab, “Hanya aturan Tuhan saja yang absah. Selain itu prett!!” Tapi bagi yang agak santai dengan Tuhan akan menjawab, “Untuk hal yang berkait dengan manusia, cukup menggunakan aturan manusia saja. Tuhan pasti bisa mengerti.” Berbeda lagi bagi kelompok yang “merasa” akrab dengan Tuhan akan menimpal, “Semua adalah manifestasiNya, jangan bedakan mana aturan Tuhan mana aturan manusia.” Ada lanjutannya, yang penting berbuat baik.

Bagaimana Aturan Fesbuk?
Kita sama-sama punya mulut, tapi kita akan ditampar oleh orang lain hanya karena bagaimana kita menggunakan mulut kita. Mulut tetap mulut. Tapi ekspresi yang keluar dari mulut itu kemudian menjadi persoalan—mulut baik dan mulut tidak baik. Untuk semacam ini, akal sudah sangat cukup untuk membedakan mana yang baik dan mana yang bejat. Bila akalnya lempeng, tidak perlu ada informasi teks agama pun orang bisa berbuat baik.

Sebodoh-bodohnya orang, pasti sadar bahwa menyakiti orang lain itu tidak baik. Kalau tidak tahu yang demikian namanya tidak berakal. Atau meski pun berakal, ia tidak mau menggunakan akal. Atau juga tidak mampu menggunakan akal. Upaya memilah dan memilah mana yang baik dan mana yang benar adalah kodrat atau fitrah manusia. Itu mengapa dalam terminilogi agama Islam sering adalah istilah AQIL BALIGH (Berakal lagi sampai), tapi bukan tangan kanan sampai di kuping kiri. Atau juga MUMAYYIZ (Bisa membedakan). Walhasil, banyak syarat-syarat dalam ritual agama Islam selalu dimulai dengan Akil, Baligh, Mumayyiz. Ini pasti bukan soal fisik semata, tapi ketika akalnya sudah mulai berjalan dan berfikir. Soal nya adalah, Akal yang dmaksud adalah akal MANTIQI (logis) atau akal SYAR’I (aturan agama).
Apakah Fesbuk memberi kebaikan dan manfaat ruhani? Gunakan Akal Anda. (kalau punya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar